Rabu, 10 Oktober 2012

Cerita Rakyat Tana Toraja “Massudi Lalong-Dodeng-Lebonna”




Lebonna – Paerengan Massudilalong
(Kisah Cinta Sehidup Semati )


Sebuah kisah cinta sehidup semati dua sejoli dimabuk asmara yang terjadi sejak zaman kuno (Jauh sebelum Romeo-Juliet di-filmkan) dan telah mengakar dan akan selalu dikenang dalam masyarakat adat Tana Toraja. Kisah cinta antara Lebonna dan kekasihnya Massudilalong Paerengan yang berakhir sangat tragis.

Tersebutlah Lebonna, seorang wanita cantik, berkulit putih, berhidung mancung, tinggi semampai dan berambut panjang dari Daerah Bau, Bonggakaradeng. Dalam perjalanan hidupnya, ia kemudian menjadi rebutan para lelaki, namun akhirnya ia jatuh hati pada seorang lelaki tampan, pemberani dan sakti bernama Massudilalong Paerengan.

Dalam jalinan hubungan asmaranya, kedua sejoli mengikat janji untuk sehidup semati, dan saat meninggal nanti, keduanya harus dimakamkan dalam satu peti mati.

Seiring berjalannya waktu, hubungan asmara keduanya semakin mesra, dan akhirnya banyak pria yang cemburu terhadap Paerengan yang berhasil merebut hati Lebonna, begitu juga banyak wanita yang cemburu terhadap Lebonna yang berhasil merebut hati Paerengan, pemuda tampan dan pemberani.

Namun, takdir berkata lain saat muncul kabar bahwa daerah tetangga akan melakukan penyerbuan, dan Paerengan yang memang dikenal sebagai ksatria, diminta untuk memimpin pasukan. Merekapun berangkat ke medan pertempuran untuk berperang (Mangrari).



Sementara itu Lebonna tinggal di Kampung sembari menenun menunggu kekasihnya kembali. Namun, saat terjadi pertempuran, salah seorang anak buah Paerengan diam-diam lari dari medan pertempuran, dengan maksud merebut Lebonna dengan menyampaikan kabar bohong mengenai kematian Paerengan, kepada Lebonna dengan berpura-pura sedih.

Mendengar kabar tentang kematian sang kekasih, Lebonna sangat terkejut dan tidak sanggup menerima kabar tersebut. Bahkan ia sampai mengurung diri dan tak mau makan selama beberapa hari.

Usaha anak buah Paerengan yang kabur dari medan perang itu ternyata tidak membuahkan hasil. Lebonna tak bergeming sedikitpun untuk dibujuk ataupun dirayu karena cintanya memang hanya untuk Paerengan. Tiap malam Lebonna selalu teringat akan janji yang telah ia sepakati bersama kekasihnya, Paerengan. Dan akhirnya, ia menepati janjinya untuk sehidup semati dengan kekasihnya dengan cara gantung diri.

Setelah tewas dan memilih gantung diri, demi membuktikan cinta sucinya, jenasah Lebonna kemudian dimakamkanyang terlebih dahulu harus melalui prosesi “dialuk”, kemudian dimakamkan di sebuah Liang batu, tepatnya di desa Salu Barana, Lembang Bua Kayu. Menurut cerita, pada saat mayat Lebonna di masukkan kedalam Liang, Pintu baru tiba-tiba tertutup rapat, dan rambut panjang Lebonna masih terurai keluar sampai bibir Gua. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, saat itu Lebonna masih belum rela masuk ke dalam Liang tanpa ditemani Massudilalong Paerengan, sang kekasih yang sudah mengikat janji dengannya untuk sehidup semati.

Bagaimana dengan Paerengan ? Paerengan pun kembali dari medan peperangan dengan kabar kemenangan, dan langsung menuju ke rumah Lebonna, kekasihnya yang sangat ia rindukan.
Namun alangkah terpukulnya Paerengan, Lebonna gadis yang sangat ia cintai telah pergi untuk selama-lamanya.
Setelah mengetahui Kekasih telah tiada, kehidupan Paerengan sangat tidak menentu. Dia yang dikenal sebagai kesatria sejati dan sangat disegani, kini hidup dalam kondisi tertutup. Setiap hari ia selau bersedih, dan menyendiri. Dilematis, Paerengan harus memilih memenuhi janjinya sehidup-semati dengan Lebonna atau hidup untuk membela wilayahnya wilayahnya dari serangan musuh.
Hari-hari pun berlalu, tersebutlah seorang bernama Dodeng, Pembantu Paerengan yang sangat dekat dengan Paerengan. Dodeng memiliki sebuah pohon enau yang berdekatan dengan Liang kubur Lebonna. Pada suatu ketika, Dodeng terlambat mengambil nira/tuak,sehingga ia harus berangkat setelah petang hari. Saat mengambil Tuak, Dodeng mendengar suara yang tidak asing lagi, suara yang ia ketahui dan kenal sebagai suara Lebonna. Sebagian masyarakat Toraja percaya bahwa arwah seseorang yang meninggal dengan cara bunuh diri akan tidak tenang, seperti halnya arwah Lebonna.Apa pesan yang ingin disampaikan Lebonna kepada Dodeng untuka disampaikan kepada kekasihnya Paerengan-Massudilalong? Dodeng mendengarkan suara jeritan Lebonna mengenai kekasihnya yang belum memenuhi janjinya untuk sehidup-semati. Pesan Lebonna kepada Massudilalong melalui Dodeng tersirat melalui lirik sebuah lagu :



Dodeng mangrambi mandedek, Dodeng ma’pa tuang-tuang, rampananpi pededekmu, annapi te kamali’ku …. ammu perangina’ mati’, ammu tanding talingana’…. Parampoanpa kadanku, pepasan mase-maseku, lako to Massudilalong, muane sangkalamma’ku…
Mukua duka la sang mateki e so’ eee…. Paerengan o… Rendengku.
Angku dolo, angku mate(…) tae’ si la matena, lasisarak sunga’na, (…) Ulli-ulli soladuka Borro sito’doan duka(…) o Rendengku….

Artinya kurang lebih; Hei.. Dodeng yang mengambil tuak, hentikanlah dahulu aktivitasmu…. Dengarlah pesan deritaku… untuk kekasihku Massudilalong…. Katanya akan sependeritaan… Juga sehidup-semati…. Tapi semuanya cuma hampa… saya telah lama mati, bunuh diri karena janji… sementara dia masih hidup.
Dodeng yang mendengar suara rintihan penuh permohonan itu, tak sanggup berbuat apa-apa. Ia terpaku. Saat tersadar, ia langsung lari ke rumah Paerengan dan tak sempat mengambil tuak lagi. Sesampai di rumah, ia langsung keringat dingin dan jatuh sakit.

Namun PESAN Lebonna untuk kekasihnya tidak langsung disampaikan Dodeng, karena masih kurang percaya dengan apa yang ia dengar. Ia khawatir itu hanya khayalan belaka, kendati itu sempat membuatnya jatuh sakit. Akhirnya Dodeng kembali mencoba untuk mengambil ballo atau tuak, namun kali ini ia lebih awal dating. Alangkah terkejutnya Dodeng, suara itu kembali ia didengarkannya padahal belum terlalu gelap (malam). Mendengar suara sedih yang berintihkan pesan itu, Dodeng lalu mengambil langkah seribu tanpa menbawa tuak.

Akhirnya perubahan sikap Dodeng membuat Paerengan curiga. Ia kemudian mendesak Dodeng untuk menceritakan apa yang terjadi padanya, Dodeng pun tak tahan dan menyampaikan hal tesebut kepada Paerengan.

Tak yakin dengan cerita Dodeng, Paerengan pun ingin membuktikannya, sehingga keesokan harinya saat petang Paerengan ikut bersama Dodeng ke pohon enau, yg tak jauh dari pemakaman Lebonna. Setelah Dodeng naik keatas pohon enau, suara itu kembali terdengar. Paerengan yang hadir secara diam-diam menyimaknya dengan jelas. Setelah mendengar langsung pesan Lebonnaitu, Paerengan pun langsung ke rumahnya, masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.ia sangt terpukul karena lalai dari janji setia yang telah disepakatinya bersama Lebonna; kekasih yang sangat dicintainya.

Tak menunggu lama Paerengan sang panglima perang meminta agar semua pasukannya berkumpul dengan membawa tombak. (Apa yang ingin dia lakukan?) ia beralasan akan melaksanakan upacara merok yaitu ritual dengan menyembelih kerbau dengan cara ditombak.

Esoknya, semua tentara berkumpul di lapangan terbuka. Semua keluarga Paeengan juga hadir. Saat itu, puluhan kerbau telah disiapkan, para tentara juga telah membawatombak masing-masing. Paerengan kemudian meminta agar semua tentaranya menancapkan tombak dengan posisi mata tombak keatas. Saat semua warga dan tentara berkumpul, diam-diam Paerengan naik keatas atap pendopo yang memang sudah ada sebelumnya. Disangkanya akan menyampaikan pidato, namun ternyata ia justru melompat tepat diatas ratusan ujung tombak yang telah ditancapkan.

Paerengan pun tewas secara tragis, dan telah memenuhi janjinya. Pada saat Paerengan dimakamkan, bukan di tempat Lebonna dimakamkan, jenasah Paerengan selalu muncul lagi dirumahnya secara tiba-tiba. Kejadian ini terjadi tiga kali, sampai akhirnya Dodeng mengisahkan kejadian yang sebenarnya termasuk suara yang didengarnya saat hendak mengambil tuak. Setelah DIMAKAMKAN SATU LIANG DENGAN Lebonna, barulah mayat Paerengan menjadi tenang.


Adakah pelajaran yang bisa kita petik dari cerita diatas?
Tentunya iya, bahwa setiap janji harus kita tepati apapun konsekuensinya. Jangan berjanji jika kita tidak mampu menepatinya. Dalam berpacaran janji sehidup semati kadangkala dipermainkan oleh generasi muda sekarang, padahal itu tidak boleh. Katanya ”aku berjanji akan sehidup semati denganmu beb. Kemana pun engkau pergi akan selalu aku ikuti”. Setiap perkataan mempunyai arti, maksud dan tujuan. Janganlah gara-gara lidah yang tak bertulang, diri kita terjebak dalam suatu jurang bahaya yang tidak kita inginkan.
Bukankah begitu ?


1 komentar:

  1. sangat menarik ceritanya dan perlu dikembangkan, namu sedikit lari dari cerita aslinya. seprti kampung halaman dari pemeran cerita, yang aslinya adalah di desa sarira, kecamatan kesu' (belakang hotel misliana) bukan desa Salu Barana, Lembang Bua Kayu.
    terima kasih

    BalasHapus