Lebonna
– Paerengan Massudilalong
(Kisah
Cinta Sehidup Semati )
Tersebutlah
Lebonna, seorang wanita cantik, berkulit putih, berhidung mancung, tinggi
semampai dan berambut panjang dari Daerah Bau, Bonggakaradeng. Dalam perjalanan
hidupnya, ia kemudian menjadi rebutan para lelaki, namun akhirnya ia jatuh hati
pada seorang lelaki tampan, pemberani dan sakti bernama Massudilalong Paerengan.
Dalam
jalinan hubungan asmaranya, kedua sejoli mengikat janji untuk sehidup semati,
dan saat meninggal nanti, keduanya harus dimakamkan dalam satu peti mati.
Seiring
berjalannya waktu, hubungan asmara keduanya semakin mesra, dan akhirnya banyak
pria yang cemburu terhadap Paerengan yang berhasil merebut hati Lebonna, begitu
juga banyak wanita yang cemburu terhadap Lebonna yang berhasil merebut hati
Paerengan, pemuda tampan dan pemberani.
Namun,
takdir berkata lain saat muncul kabar bahwa daerah tetangga akan melakukan
penyerbuan, dan Paerengan yang memang dikenal sebagai ksatria, diminta untuk
memimpin pasukan. Merekapun berangkat ke medan pertempuran untuk berperang (Mangrari).
Sementara
itu Lebonna tinggal di Kampung sembari menenun menunggu kekasihnya kembali.
Namun, saat terjadi pertempuran, salah seorang anak buah Paerengan diam-diam
lari dari medan pertempuran, dengan maksud merebut Lebonna dengan menyampaikan
kabar bohong mengenai kematian Paerengan, kepada Lebonna dengan berpura-pura
sedih.
Mendengar
kabar tentang kematian sang kekasih, Lebonna sangat terkejut dan tidak sanggup
menerima kabar tersebut. Bahkan ia sampai mengurung diri dan tak mau makan selama beberapa hari.
Usaha
anak buah Paerengan yang kabur dari medan perang itu ternyata tidak membuahkan
hasil. Lebonna tak bergeming sedikitpun untuk dibujuk ataupun dirayu karena cintanya
memang hanya untuk Paerengan. Tiap malam Lebonna selalu teringat akan janji
yang telah ia sepakati bersama kekasihnya, Paerengan. Dan akhirnya, ia menepati
janjinya untuk sehidup semati dengan kekasihnya dengan cara gantung diri.
Setelah
tewas dan memilih gantung diri, demi membuktikan cinta sucinya, jenasah Lebonna
kemudian dimakamkanyang terlebih dahulu harus melalui prosesi “dialuk”,
kemudian dimakamkan di sebuah Liang batu, tepatnya di desa Salu Barana, Lembang
Bua Kayu. Menurut cerita, pada saat mayat Lebonna di masukkan kedalam Liang,
Pintu baru tiba-tiba tertutup rapat, dan rambut panjang Lebonna masih terurai
keluar sampai bibir Gua. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, saat itu
Lebonna masih belum rela masuk ke dalam Liang tanpa ditemani Massudilalong
Paerengan, sang kekasih yang sudah mengikat janji dengannya untuk sehidup
semati.
Bagaimana
dengan Paerengan ? Paerengan pun kembali dari medan peperangan dengan kabar
kemenangan, dan langsung menuju ke rumah Lebonna, kekasihnya yang sangat ia rindukan.
Namun
alangkah terpukulnya Paerengan, Lebonna gadis yang sangat ia cintai telah pergi
untuk selama-lamanya.
Setelah
mengetahui Kekasih telah tiada, kehidupan Paerengan sangat tidak menentu. Dia
yang dikenal sebagai kesatria sejati dan sangat disegani, kini hidup dalam
kondisi tertutup. Setiap hari ia selau bersedih, dan menyendiri. Dilematis,
Paerengan harus memilih memenuhi janjinya sehidup-semati dengan Lebonna atau
hidup untuk membela wilayahnya wilayahnya dari serangan musuh.
Hari-hari pun
berlalu, tersebutlah seorang bernama Dodeng, Pembantu Paerengan yang sangat
dekat dengan Paerengan. Dodeng memiliki sebuah pohon enau yang berdekatan
dengan Liang kubur Lebonna. Pada suatu ketika, Dodeng terlambat mengambil nira/tuak,sehingga
ia harus berangkat setelah petang hari. Saat mengambil Tuak, Dodeng mendengar
suara yang tidak asing lagi, suara yang ia ketahui dan kenal sebagai suara
Lebonna. Sebagian masyarakat Toraja percaya bahwa arwah seseorang yang
meninggal dengan cara bunuh diri akan tidak tenang, seperti halnya arwah
Lebonna.Apa pesan yang ingin disampaikan Lebonna kepada Dodeng untuka
disampaikan kepada kekasihnya Paerengan-Massudilalong? Dodeng mendengarkan
suara jeritan Lebonna mengenai kekasihnya yang belum memenuhi janjinya untuk
sehidup-semati. Pesan Lebonna kepada Massudilalong melalui Dodeng tersirat
melalui lirik sebuah lagu :
Dodeng
mangrambi mandedek, Dodeng ma’pa tuang-tuang, rampananpi pededekmu, annapi te
kamali’ku …. ammu perangina’ mati’, ammu tanding talingana’…. Parampoanpa
kadanku, pepasan mase-maseku, lako to Massudilalong, muane sangkalamma’ku…
Mukua
duka la sang mateki e so’ eee…. Paerengan o… Rendengku.
Angku
dolo, angku mate(…) tae’ si la matena, lasisarak sunga’na, (…) Ulli-ulli
soladuka Borro sito’doan duka(…) o Rendengku….
Artinya
kurang lebih; Hei.. Dodeng yang mengambil tuak, hentikanlah dahulu
aktivitasmu…. Dengarlah pesan deritaku… untuk kekasihku Massudilalong…. Katanya
akan sependeritaan… Juga sehidup-semati…. Tapi semuanya cuma hampa… saya telah
lama mati, bunuh diri karena janji… sementara dia masih hidup.
Dodeng
yang mendengar suara rintihan penuh permohonan itu, tak sanggup berbuat
apa-apa. Ia terpaku. Saat tersadar, ia langsung lari ke rumah Paerengan dan tak
sempat mengambil tuak lagi. Sesampai di rumah, ia langsung keringat dingin dan
jatuh sakit.
Namun
PESAN Lebonna untuk kekasihnya tidak langsung disampaikan Dodeng, karena masih
kurang percaya dengan apa yang ia dengar. Ia khawatir itu hanya khayalan
belaka, kendati itu sempat membuatnya jatuh sakit. Akhirnya Dodeng kembali
mencoba untuk mengambil ballo atau tuak, namun kali ini ia lebih awal dating.
Alangkah terkejutnya Dodeng, suara itu kembali ia didengarkannya padahal belum
terlalu gelap (malam). Mendengar suara sedih yang berintihkan pesan itu, Dodeng
lalu mengambil langkah seribu tanpa menbawa tuak.
Akhirnya
perubahan sikap Dodeng membuat Paerengan curiga. Ia kemudian mendesak Dodeng
untuk menceritakan apa yang terjadi padanya, Dodeng pun tak tahan dan
menyampaikan hal tesebut kepada Paerengan.
Tak
yakin dengan cerita Dodeng, Paerengan pun ingin membuktikannya, sehingga
keesokan harinya saat petang Paerengan ikut bersama Dodeng ke pohon enau, yg
tak jauh dari pemakaman Lebonna. Setelah Dodeng naik keatas pohon enau, suara
itu kembali terdengar. Paerengan yang hadir secara diam-diam menyimaknya dengan
jelas. Setelah mendengar langsung pesan Lebonnaitu, Paerengan pun langsung ke
rumahnya, masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.ia sangt terpukul
karena lalai dari janji setia yang telah disepakatinya bersama Lebonna; kekasih
yang sangat dicintainya.
Tak
menunggu lama Paerengan sang panglima perang meminta agar semua pasukannya berkumpul
dengan membawa tombak. (Apa yang ingin dia lakukan?) ia beralasan akan
melaksanakan upacara merok yaitu ritual dengan menyembelih kerbau dengan
cara ditombak.
Esoknya,
semua tentara berkumpul di lapangan terbuka. Semua keluarga Paeengan juga
hadir. Saat itu, puluhan kerbau telah disiapkan, para tentara juga telah
membawatombak masing-masing. Paerengan kemudian meminta agar semua tentaranya
menancapkan tombak dengan posisi mata tombak keatas. Saat semua warga dan
tentara berkumpul, diam-diam Paerengan naik keatas atap pendopo yang memang
sudah ada sebelumnya. Disangkanya akan menyampaikan pidato, namun ternyata ia
justru melompat tepat diatas ratusan ujung tombak yang telah ditancapkan.
Paerengan
pun tewas secara tragis, dan telah memenuhi janjinya. Pada saat Paerengan
dimakamkan, bukan di tempat Lebonna dimakamkan, jenasah Paerengan selalu muncul
lagi dirumahnya secara tiba-tiba. Kejadian ini terjadi tiga kali, sampai
akhirnya Dodeng mengisahkan kejadian yang sebenarnya termasuk suara yang
didengarnya saat hendak mengambil tuak. Setelah DIMAKAMKAN SATU LIANG DENGAN
Lebonna, barulah mayat Paerengan menjadi tenang.
Adakah pelajaran yang bisa kita petik dari cerita diatas?
Tentunya iya, bahwa setiap janji harus kita tepati apapun
konsekuensinya. Jangan berjanji jika kita tidak mampu menepatinya. Dalam
berpacaran janji sehidup semati kadangkala dipermainkan oleh generasi
muda sekarang, padahal itu tidak boleh. Katanya ”aku berjanji akan sehidup semati denganmu beb. Kemana pun engkau pergi akan selalu aku ikuti”.
Setiap perkataan mempunyai arti, maksud dan tujuan. Janganlah gara-gara
lidah yang tak bertulang, diri kita terjebak dalam suatu jurang bahaya
yang tidak kita inginkan.
Bukankah begitu ?
sangat menarik ceritanya dan perlu dikembangkan, namu sedikit lari dari cerita aslinya. seprti kampung halaman dari pemeran cerita, yang aslinya adalah di desa sarira, kecamatan kesu' (belakang hotel misliana) bukan desa Salu Barana, Lembang Bua Kayu.
BalasHapusterima kasih